Mata saya terpana memandang sebuah rumah panggung khas melayu yang
terbuat dari kayu. Pondasi slof dari beton yang di cat putih menopang
massa dari rumah tersebut. Terdapat satu pintu model kisi-kisi di tengah
yang diapit oleh dua jendela di kanan kirinya. Sebuah papan pengumuman
bertuliskan Rumah Ibu Fatmawati Soekarno tertulis di sudut kiri rumah
tersebut. Rasanya ingin langsung masuk ke dalam untuk menyingkap tirai
sejarah yang tersimpan di dalamnya. Namun tak ada siapa-siapa di situ.
Tak lama menunggu akhirnya datang seorang bapak. Saya sekeluarga langsung mengenalkan diri dan kami langsung di antar untuk menengok isi rumah bersejarah tersebut.
Rumah Ibu Fat tidaklah besar. Di rumah yang berukuran sekitar 10 x 10 m itu hanya terdapat dua kamar dan satu dapur, disamping ruang depan yang cukup luas. Menurut Pak Dilan, masa kecil Bu Fat memang di rumah tersebut.
Pajangan foto-foto dan jajaran empat buah kursi tamu dari kayu jati
memenuhi ruang depan seluas 10 x 4 m tersebut. Terdapat replika lukisan
Bung Karno dan Bung Hatta yang mengapit lorong ke ruangan dalam. Tak
lama datanglah serombongan bule dari Australia yang fasih berbahasa
Indonesia. Bule tersebut sepertinya akan membuat liputan tentang rumah
Bu Fat. Karena Pak Dilan cukup sibuk, saya lupa bertanya tentang
sepasang manikin yang menggunakan baju kurung Melayu.
Masuk ke ruangan dalam, terdapat dua kamar yang saling berhadap-hadapan. Yang di kiri merupakan ruang tidur bu Fat yang ornamennya masih terjaga keasliannya menurut Pak Dilan. Terdapat sepasang tempat tidur berkelambu, selain lemari dan meja rias.
Lalu apakah isi dari kamar yang disebelahnya? Terdapat sebuah mesit
jahit kuno yang menggunakan penggerah tangan untuk menggerakkan jarum
jahitnya. Dengan mesin jahit yang dicat merah inilah menurut keteranan
Pak Dilan Bu Fat menjahit bendera merah putih yang pertama kali
dikibarkan pada saat proklamasi kemerdekaan. Sayangnya tidak terdapat
satu keterangan yang menjelaskan kapan dan kenapa mesin jahit ini
akhirnya di bawa pindah ke Bengkulu dari Jakarta.
Di lihat dari konstruksi rumah panggung tersebut yang masih dapat dikatakan bagus, baik dari segi arsitektur maupun strukturnya, saya berpendapat bahwa konstruksi rumah panggung tersebut bukanlah rumah asli Bu Fat. Tidak diketahui tahun berapa rumah asli dipugar.
Rumah Bu Fat ini tidaklah jauh dari rumah pengasingan Bung Karno di Bengkulu. Ayah Bu Fat, Haji Hasan Din, seorang tokoh Muhammadyah Bengkulu mengenalkan anaknya kepada Bung Karno. Karena ingin anaknya dididik oleh Bung Karno, akhirnya mengantar Bu Fat menjadi jodoh untuk Bung Karno pada tahun 1943.
Sayangnya seperti peninggalan sejarah lainnya di Indonesia, rumah Bu fat ini bisa dikatakan minim informasi. Selain benda-benda peninggalan dan foto-foto, tak banyak informasi lain yang bisa digali. Ketiadaan pemandu sejarah bisa jadi penyebabnya. Namun dapat dimaklumi karena menurut Pak Dilan rumah Bu Fat ini tidak mendapat bantuan dana dari pemerintah daerah. Biaya perawatan hannya mengandalkan sumbangan pengunjung dan dana dari keluarga Bung karno. "Sukmawati Sukarnoputri merupakan putri Bu Fat yang paling rajin berkunjung kerumah ini," cerita pak Dilan.
Tak lama menunggu akhirnya datang seorang bapak. Saya sekeluarga langsung mengenalkan diri dan kami langsung di antar untuk menengok isi rumah bersejarah tersebut.
Rumah Ibu Fat tidaklah besar. Di rumah yang berukuran sekitar 10 x 10 m itu hanya terdapat dua kamar dan satu dapur, disamping ruang depan yang cukup luas. Menurut Pak Dilan, masa kecil Bu Fat memang di rumah tersebut.
![]() |
Bersama Pak Dilan |
Masuk ke ruangan dalam, terdapat dua kamar yang saling berhadap-hadapan. Yang di kiri merupakan ruang tidur bu Fat yang ornamennya masih terjaga keasliannya menurut Pak Dilan. Terdapat sepasang tempat tidur berkelambu, selain lemari dan meja rias.
![]() |
Lemari dan Meja Rias Bu Fat |
![]() |
Mesin Jahit Bersejarah |
Di lihat dari konstruksi rumah panggung tersebut yang masih dapat dikatakan bagus, baik dari segi arsitektur maupun strukturnya, saya berpendapat bahwa konstruksi rumah panggung tersebut bukanlah rumah asli Bu Fat. Tidak diketahui tahun berapa rumah asli dipugar.
Rumah Bu Fat ini tidaklah jauh dari rumah pengasingan Bung Karno di Bengkulu. Ayah Bu Fat, Haji Hasan Din, seorang tokoh Muhammadyah Bengkulu mengenalkan anaknya kepada Bung Karno. Karena ingin anaknya dididik oleh Bung Karno, akhirnya mengantar Bu Fat menjadi jodoh untuk Bung Karno pada tahun 1943.
Sayangnya seperti peninggalan sejarah lainnya di Indonesia, rumah Bu fat ini bisa dikatakan minim informasi. Selain benda-benda peninggalan dan foto-foto, tak banyak informasi lain yang bisa digali. Ketiadaan pemandu sejarah bisa jadi penyebabnya. Namun dapat dimaklumi karena menurut Pak Dilan rumah Bu Fat ini tidak mendapat bantuan dana dari pemerintah daerah. Biaya perawatan hannya mengandalkan sumbangan pengunjung dan dana dari keluarga Bung karno. "Sukmawati Sukarnoputri merupakan putri Bu Fat yang paling rajin berkunjung kerumah ini," cerita pak Dilan.
Waah baru tau kalo ibu fatmawati berasal dr bengkulu. Semoga bs terawat lbh baik lagi ya. Kapan2 ke bengkulu pengen main ke sana aaah. Makasih sdh berbagi mba
BalasHapusHai mba Yervi asyik banget bisa datang ke Rumah Bu Fatmawati ya mba. Terima kasih sudah berbagi :)
BalasHapusAku pernah kesini tapi ngak foto2 hehehe
BalasHapusmengenalkan sejarah dari kecil itu ampuh buat menumbuhkan nasionalisme dalam diri anak. sip mb. keren. :)
BalasHapusAsik banget mba bisa berkunjung ke rumah bersejarah begini. Duuuu ssmoga aku dan partnerku bisa disegerakan untuk berkunjung ke Bengkulu ya. Jadi ingin juga.
BalasHapuswah, jadi pengen berkunjung kerumah ibu Fat. Sayang banget ya mbak kalau minim informasi gini. Btw, makasih sharingnya mbak :D
BalasHapus