Suatu hari seorang teman lama menghubungi via media sosial. Dia menceritakan bahwa ada sesuatu yang sakit di payudaranya namun tidak ada benjolan. Sebagai [mantan] pasien kanker payudara tentu saja menyarankan supaya teman tersebut segera menemu dokter bedah onkologi. Lalu yang bersangkutan mengiyakan menyetujui saran saya.
Seperti yang ditulis oleh mbak Harie Khairiah di web Emak2Blogger bahwa tumor adalah segala benjolan tidak normal atau abnormal. Tumor dibagi dalam 2 golongan, yaitu tumor jinak dan tumor ganas. Kanker adalah istilah umum untuk semua jenis tumor ganas. Dan adanya rasa sakit pada payudara yang tidak biasa, patut untuk dicurigai adanya tumor.
Beberapa hari kemudian teman tersebut mengontak saya untuk memberi tahu bahwa dia telah memeriksakan diri ke dokter bedah dan disampaikan Cuma masalah kelenjar saja katanya. Lalu saya tanyakan kenapa gak langsung periksa ke dokter bedah onkologi.
“ Malu. Gak ada dokter yang perempuan,” jawabnya
Malu. Cuma dua suku kata. Namun cukup menjadi penghalang untuk berbuat. Padahal dengan diperiksa oleh dokter yang lebih ahli dan lebih kompeten tentunya diharapkan hasil diagnose lebih valid dan dipercaya.
Sekarang mari kita diskusikan apa yang menjadi penyebab MALU menyerang perempuan kala memeriksakan diri ke dokter. Biasanya terjadi untuk keluhan yang berhubungan dengan penyakit .pada bagian-bagian vital perempuan. Dan jika ditanyakan kenapa musti malu? Pasti jawabannya karena berhubungan dengan aurat wanita sehingga wanita lebih nyaman apabila diperiksa oleh dokter wanita. Dengan diperiksa oleh dokter wanita, pasien wanita akan lebih terbuka dan tidak merasa malu kalo harus memperlihatkan auratnya.
Tapi sebenarnya, apakah harus malu kalau seandainya pasien wanita diperiksa oleh dokter laki-laki? Jawabannya seharusnya TIDAK.
Simak cerita saya berikut. Saat pertama memeriksakan benjolan pada payudara saya, pastinya ada rasa risi tatkala harus memperlihatkan payudara kepada laki-laki lain yang bukan suami. Apalagi pemeriksaan payudara tidak hanya diperlihatkan namun juga dokter harus melakukan rabaan dan pemegangan. Namun itu wajar sebagai manusia yang masih punya iman memiliki rasa malu. Bukankah ada pepatah Malu adalah sebagian dari Iman?
Nah, sekarang kalau pertanyaannya dibalik. Apakah dokter akan merasa MALU juga tatkala memeriksa pasien wanita? Tidak kan? Karena itu memang bagian dari tugasnya sebagai dokter yang bekerja di bawah sumpah.
Kita merasa malu sebagai pasien, karena kita baru pertama kali melakukan pemeriksaan yang menuntut untuk memperlihatkan aurat. Sehingga ambang rasa malunya memang tipis. Namun bagi dokter yang sudah ratusan kali memeriksa apakah payudara pasien tersebut kanker atau bukan, atau terhadap organ vital lainnya, tentunya bukan menjadi suatu hal yang musti diambil perhatian.
Kata orang bilang alah bisa karena terbiasa. Saya sendiri merasakan demikian. Ketika harus menjalani kemoterapi setiap tiga minggu sekali dan sebelum kemoterapi ketemu dokter dan melakukan pemeriksaan payudara dan kelenjar. Ternyata karena sudah terbiasa dan memang sudah merasa bahwa itu dilakukan karena prosedurnya demikian, membuat pemeriksaan tersebut menjadi sesuatu yang lumrah untuk dilakukan.
Dan yang penting harus dicatat adalah bahwa dokter sama sekali hampir tidak melihat payudara selama pemeriksaan. Ini sudah saya buktikan sendiri dengan dua orang dokter yang berbeda. Jadi silahkan dihilangkan rasa sungkan tersebut.
**AV**